SAMARINDA, KOMINFONEWS - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Kembali melaksanakan rapat rutin mingguan membahas perkembangan inflasi daerah. Rapat kali ini dipimpin oleh Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemendagri Tomsi Tohir dari Gedung Sasana Bhakti Praja, kantor Kemendagri Jakarta.
Rakor ini juga diikuti oleh Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) se-Indonesia secara vitural, begitu pula dengan TPID Kota Samarinda yang kembali mengikuti Rakor dari ruang rapat Sembuyutan lantai III Gedung Balaikota Samarinda, Senin (20/05/2024) pagi.
Tomsi Tohir mengatensi daerah yang angka inflasinya tinggi. Dia meminta kepala daerah mengoreksi sejumlah upaya pengendalian yang telah dilakukan. Upaya pengendalian harus berdampak dan tak hanya bersifat seremonial.
“Kalau daerah tetangganya bisa inflasinya terkendali, kenapa sebelahnya tidak bisa? Jadi mohon perhatiannya untuk bisa kerja kerasnya memperbaiki angka inflasi ini dengan turun ke lapangan dan melakukan upaya-upaya,” ujarnya.
Tomsi menyebutkan sejumlah daerah yang inflasinya masih terbilang tinggi. Di tingkat provinsi, seperti : Gorontalo, Papua Tengah, Sulawesi Utara, Bali, Riau, Sumatera Utara, Jambi, Sumatera Barat, Bengkulu, dan Papua Barat. Di tingkat kabupaten, yakni Minahasa Selatan, Minahasa Utara, Tolitoli, Nabire, Kerinci, Kampar, Gorontalo, Labuhanbatu, Pasaman Barat, dan Lampung Timur. Sementara di tingkat kota, yaitu Padangsidimpuan, Kotamobagu, Sibolga, Denpasar, Gunungsitoli, Pematangsiantar, Medan, Bukttinggi, Dumai, dan Bengkulu.
Lebih lanjut, Ia mencatat, masih ada 42 daerah yang tidak menyampaikan laporan harian pengendalian inflasi sepanjang minggu ketiga Mei 2024. Hal ini mengindikasikan daerah tersebut belum melakukan upaya pengendalian. “Saya minta teman-teman kepala daerah perhatikan ini,” ujarnya.
Tomsi menjelaskan, salah satu upaya pengendalian inflasi yang dapat dilakukan adalah berkoordinasi dengan daerah penghasil komoditas untuk memenuhi kebutuhan pasokan. Koordinasi ini merupakan bagian dari agenda perencanaan pemenuhan. Ini berbeda dengan upaya inspeksi mendadak ke pasar yang bertujuan untuk mengumpulkan data dan memahami permasalahan lokal.
“Banyak komoditi yang tidak bisa dipenuhi oleh lokal, oleh sebab itu harus melaksanakan koordinasi dengan daerah penghasil komoditi tersebut,” jelasnya.
“Kalau memang daerahnya cocok [dilakukan penanaman] tolong diupayakan, karena saya paham ada daerah-daerah tertentu yang tidak cocok,” terangnya.
Upaya ini ungkap Tomsi, penting untuk mengatasi kenaikan harga sejumlah komoditas seperti bawang merah dan cabai merah. Tomsi mengungkapkan, ada 141 daerah yang mengalami kenaikan harga bawang merah dan belum melakukan gerakan menanam.
Kondisi serupa juga terjadi di 121 daerah yang mengalami kenaikan harga cabai merah. Kemudian ada pula 103 daerah yang mengalami kenaikan harga bawang merah dan cabai merah tapi belum melakukan gerakan menanam.
Berdasarkan data yang dimiliki, Tomsi menguraikan, gerakan menanam secara keseluruhan baru dilakukan oleh 258 daerah per 20 Mei 2024. Hal ini perlu menjadi perhatian serius bagi Pemda dalam upaya mengendalikan harga. “Hanya separuh daerah yang melaksanakan gerakan ini,” jelasnya.
Tomsi juga berharap, Kementerian Pertanian dapat mendukung berbagai upaya gerakan menanam yang dilakukan daerah. Hal itu seperti dalam pemenuhan bibit, pupuk, teknologi, dan sebagainya. Dirinya juga berharap berbagai dukungan tersebut agar disampaikan dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah berikutnya.
Sebagai informasi, rapat tersebut dihadiri sejumlah narasumber di antaranya Deputi I Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Pudji Ismartini, Deputi I Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Bapanas I Gusti Ketut Astawa, serta Deputi III Kantor Staf Presiden (KSP) Edy Priyono.
Selain itu, hadir pula secara daring narasumber dari kementerian dan lembaga lainnya. Mereka di antaranya perwakilan dari Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, Bulog, Satgas Pangan Polri, TNI, dan Kejaksaan Agung. (MAF/KMF-SMR)
Tinggalkan Komentar