SAMARINDA. Pemerintah Kota Samarinda melalui Dinas
Pertanahan menggelar Sosialisasi Perda No 2 Tahun 2019 dan Perwali No 61 Tahun
2019 tentang Izin Membuka Tanah Negara (IMTN) di Ruang Rapat Utama Balaikota,
Selasa (11/02).
Tumpang-tindih kepemilikan lahan umum terjadi di Kaltim.
Salah satu penyebab, mudahnya masyarakat membuat segel tanah sebagai bukti awal
kepemilikan lahan dan pengantar untuk pengurusan sertifikat. Menekan hal
tersebut, Pemerintah Kota Samarinda mengeluarkan Perwali No 61 Tahun 2019 tentang
Izin Membuka Tanah Negara.
Dengan adanya IMTN sebagai syarat wajib untuk mengurus
sertifikat ini, peran Pemerintah lebih besar untuk ikut mengelola masalah
pertanahan di daerahnya.
“Karena di Undang Undang memang tanah negara adalah
kewenangan Pemerintah Daerah untuk memberikan hak. Proses segel ke sertifikat
atau IMTN ke sertifikat sebenarnya sama saja. Hanya Pemerintah lebih dominan
dalam administrasi,” ungkap Kepala Dinas Pertanahan, Syamsul Komari.
Jadi ketika ada masalah dalam pertanahan, misalkan ada
sengketa dan sebagainya, Pemerintah akan lebih mudah dalam hal pencabutan hak.
Berbeda dengan segel yang tanpa ada batas waktu atau sepanjang masa, IMTN punya
masa kedaluwarsa 3 tahun. Diharapkan waktu itu cukup untuk mengurus sertifikat
tanah ke BPN.
Syamsul menjelaskan, saat ini Camat tak bisa lagi
sembarangan menerbitkan segel tanah, sehingga tumpang tindih kepemilikan segel
tanah diharapkan semakin berkurang. Masyarakat harus mengurus sertifikat untuk
mendapatkan hak atas tanah. IMTN sendiri akan sangat sulit dipalsukan karena
dalam penerbitannya melalui beberapa tahap verifikasi. Seperti verifikasi
history atau sejarah tanah, misalnya dilengkapi dengan segel tanah terdahulu.
Kemudian verifikasi di lapangan seperti penguasaan tanah di lokasi. Kemudian
persetujuan tapal batas dengan pemilik tanah di sekitarnya. Tim dari Pemerintah
Kota juga akan melakukan pengukuran atas tanah yang dimohonkan.
Selanjutnya, Pemkot akan mengumumkan selama sebulan
apabila ada sanggahan dari pihak lain. Jika ada, biasanya akan diselesaikan
dengan jalan musyawarah. Namun, jika tak ada titik temu, dipersilahkan lewat
jalur pengadilan. Hanya dari beberapa pihak yang melakukan klaim, Pemkot akan
menentukan siapa yang pihak dengan bukti paling lemah yang harus menggugat ke
pengadilan. Namun Syamsul mengingatkan IMTN, bahkan sertifikat sekalipun tak
memberikan hak secara mutlak.
“Ketika tanah negara kosong dan ada bukti kepemilikan
seperti segel atau penguasaan selama puluhan tahun, silahkan diajukan IMTN.
Selama tak ada yang menggugat berarti itu hak mereka. Tapi ketika ada pihak
lain yang mampu membuktikan bahwa tanah itu miliknya, tentu gugur,” terangnya.
Ada 3 kota yang menerapkan di Indonesia. Hal ini memang
tidak diatur langsung oleh Undang Undang, namun menjadi terobosan Pemerintah
Kota kaitannya dengan pengaturan tanah negara.
“Saat ini kami sudah buatkan sistem yang akan kami
interkoneksi dengan Kecamatan. Tujuannya beberapa tahun ke depan Pemkot akan
punya peta pertanahan, sehingga kelihatan tanah-tanah mana yang belum ada
pemiliknya. Ini akan mempermudah verifikasi ketika ada pihak yang mengajukan
hak atas tanah,” pungkasnya. (KMF7)
Penulis: Akbar —Editor: Doni
Tinggalkan Komentar